Keadaan Pusuk Buhit Saat Ini
Bercerita tentang Pusuk Buhit
tentu tidak asing lagi bagi kita, terutama masyarakat Sumatera Utara khususnya
suku Batak. Pusuk Buhit adalah gunung dengan ketinggian 1972 mdpl yang
berada disekitaran danau toba. Pusuk Buhit termasuk dalam rangkaian gunung
Supervolcano Toba yang pernah meletus ribuan tahun yang lalu dan hampir
memusnahkan umat manusia pada saat itu. Pemandangan di tempat ini selalu
menarik wisatawan lokal bahkan mancanegara. Akan tetapi keindahan tempat ini
diselimuti oleh betapa sakralnya tempat tersebut.
Pusuk Buhit merupakan asal usul
Raja Batak yang banyak meninggalkan situs-situs budaya peninggalan Siraja
Batak. Situs-situs seperti Batu Hobon, Aek Siputu Dai, Parsaktian Sigulatti,
Batu Sawan, dan masih banyak lagi. Situs-situs tersebut menjadi sangat berharga
bagi sebagian besar masyarakat suku batak, karena situs-situs tersebut menjadi
peningalan yang sangat berharga dari lelehurnya. Situs-situs tersebut terus
dijaga dan lestarikan, karena tak jarang para masyarakat Batak datang untuk
berziarah ke sana.
Keindahan dan banyaknya warisan
budaya di Pusuk Buhit, tentu butuh perhatian untuk perawatan, pengelolaan, dan
penjagaan kelestarian dan originilitasannya. Belakangan ini pemerintah
Kabupaten Samosir telah gencar-gencarnya mengelola Pusuk Buhit menjadi tempat
wisata. Pembangunan Jalan Lingkar Pusuk Buhit, salah satu pembangunan jalan
menjadi jalan induk pariwisata dari sisi barat menuju objek-objek wisata budaya
dan situs budaya yang ada di Sianjur Mulamula seperti Gedung Geopark Centre,
rumah parsaktian Sigulatti, Batu Hobon, Aek Sipitu Dai, Batu Sawan, dan akses
untuk mendaki ke Gunung Pusuk Buhit. Pemerintah kabupaten juga akan menata
situs-situs budaya peninggalan tersebut.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten
tersebut menimbulkan konflik yang memanas. Konflik tersebut terjadi antara
PemKab dengan sejumlah Tokoh masyarakat Batak asal Samosir. Konflik ini
berujung panjang hingga sampai ke KOMNAS HAM. Dilansir dari JPNN.Com,
mengatakan bahwa Tokoh masyarakat Batak khususnya yang tergabung dalam Pomparan
Ompu Guru Tatea Bulan (POBTB) mengadukan rencana Pemda Kabupaten Samosir yang
akan menata situs Batu Hobon, Pusuk Buhit, yang terletak di Kecamatan Sianjur
Mula - Mula, Samosir. Pemkab Samosir tidak mengajak mereka bicara ketika
mengeluarkan kebijakan pengelolaan dan penataan situs Batu Hobon. "Ada
pemaksaan kehendak. Pemkab ngotot. Ada benturan kepentingan antara pewaris budaya
dengan pemda setempat," pungkas Drs Amir Sagala, Msi, selaku Ketua Dewan
Pembina POBTB. Saat ditanya, bukankah kalau situs itu ditata akan lebih baik?
Amir menjawab, situs tidak perlu ditata karena nilai sebuah situs justru
terletak pada originalitasnya. "Bukan keindahannya. Dan yang perlu
diingat, sesuatu yang sudah cantik, kalau disentuh malah tidak cantik
lagi," ujarnya. -JPNN.Com
Masih banyak situs-situs lainnya
yang mungkin atau bahkan sudah mengalami konflik dari tokoh masyrakat dan
penatua adat dari situs-situs tersebut. Belum lagi konflik yang sangat hangat
saat ini tentang rencana pemerintah menjadikan Pusuk Buhit menjadi Hutan
Lindung. Rencana tersebut lansug ditolak masyarakat Samosir, khususnya
masyarakat sekitaran lereng Pusuk Buhit yang mata pencahariaanya bercocok tanam
di daerah Pusuk Buhit. Rencana tersebut menjadi tombak bagi masyarakat, karena
akan membuat mereka tidak akan bisa lagi mengelola lahan di Pusuk Buhit
tersebut yang menjadi mata pencaharian mereka. Belum lagi isu yang beredar
tentang rencana pembangunan Hotel yang berlokasi di Pusuk Buhit yang diwacanai
oleh pemerintah setempat.
Pusuk Buhit merupakan tempat
vital peninggalan budaya suku Batak. Semua situs-situs peninggalan Siraja Batak
patut dilestarikan dan dijaga keoriginalannya. Segala pembangunan dan tindakan
pengelolaan yang dilakukan hendaknya selalu dirundingkan dengan Tokoh/Penatua
Adat, masyarakat adat setempat, dan keluarga adat dari silsilah Raja-raja yang
meniggalkan situs budaya. Sesuai dengan pasal 4 ayat j Tap MPR No.IX / 2001,
yang menyatakan bahwa “tanah ulayat dilindungi oleh hukum, sehingga tidak bisa
secara sepihak mengambil alih. Hal ini tertuang dalam yang mengakui,
menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman hak
masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya dan
agraria.”
Nasehat dari Ompu Ta dari Pusuk
Buhit
Melihat berbagai banyak
perseteruan, konflik, dan keadaan Pusuk Buhit saat ini, menjadi penting untuk
menyampaikan kabar ini bagi kita. Dalam memperbaiki bagaimana keaadaan Pusuk
Buhit kedepannya. Belum lagi akhir-akhir ini banyak bencana yang muncul di
sekitaran Pusuk Buhit, dan bencana tersebut terus di hubungkan para Tokoh /
Penatua Adat dan masyarakat adat dengan mistisnya daerah di pulau Samosir.
Kekeringan, kebakaran, kecelakaan, dan lain sebagainya membuat kita berpikir,
Adakah yang salah dengan tanah adat kami? Mengingat Samosir merupakan tanah
adat, yang hanya untuk menjual tanah sedikit pun harus didahului oleh prosesi
adat tersendiri.
Keadaan ini membuat kita
diperingatkan akan hal tersebut. Tidak siap peringatan dengan bencana, kali
saya akan langsung menyampaikan langsung pesan dari Ompu I sian Dolok Natimbo.
Kejadian ini terjadi pada 21 Mei 2018, jauh beberapa bulan sebelum bencana KM
Sinar Bangun terjadi, yang mayat-mayat korban tidak bisa diambil dari dasar
danau dan sampai sekarang tidak mucul-mucul (mengapung/tetap karam di dasar
danau). Hal ini di alami oleh nenek berusia sekitaran 93 tahun. Nenek yang
berumur panjang yang tinggal di Huta Tapian Nauli Habatu Desa Bandar Pulo
Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun. Tulisan ini saya tulis atas permintaan
sang nenek agar berita ini cepat disampaikan ke khalayak ramai. Andaulina
Situmorang, nenek ini sudah berulang kali mencari orang dan menyampaikan kepada
kerabat agar membantunya menerbitkan pesan dari hal yang di alaminya ke surat
kabar dan media berita lainnya. Banyak yang mengiyakan tetapi tidak ada
perlakuan, dan ada juga yang sudah sampai mewawancarai sampai bahkan mengambil
foto beliau.
Berikut pesan yang nenek tersebut
terima dalam kejadian yang dia alami. 21 Mei 2018 tepatnya hari Senin sekitar
jam 10.00 pagi, nenek A. Situmorang duduk bersandar ke dinding rumahnya sambil
termenung oleh buaian gerimis pada saat itu. Tiba-tiba dia terkejut oleh
sesosok mahluk seperti manusia bersayap bercahaya yang menyilaukan. “Saya
terkejut dan tidak bisa berkedip. Mata saya silau, saya tidak bisa jelas
melihat wajahnya. Saya hanya melihat “dia” tidak menyentuh lantai dan sayapnya
terbuka sedikit terhalang hampir mengenai langit-langit rumah.” ujarnya, bila
diterjemahkan dari dalam bahasa batak toba sesuai yang ia sampaikan. Sang nenek
penuh kejut sampai tidak bisa berkata-kata dan bahkan berkedip pun. Nenek
bertanya-tanya dalam hati, “Siapa ini?” (Ai ise do on? Dalam bahasa batak).
Sang nenek tambah terdiam dan bingung setelah sosok tersebut berkata “ Oh
Manisia, Unang Itopiki Pusuk Buhit i... Hatop Baritahon!” dalam Bahasa Indonesia berarti “ Oh
Manusia, Jangan Dirusaki Pusuk Buhit itu.. Cepat Kabarkan!”.
Setelah mendengar hal tersebut,
Nenek tambah terdiam melongo dan berkata dalam hati “ Au Na Oto,Tu Ise Pasahaton Hu I?” (Aku orang bodoh, ke mana mau ku
sampaikan itu?). Sosok yang dianggap nenek, “Raja Dolok Natimbo” tersebut
tiba-tiba menggores dinding rumah yang tepat di belakangnya dari atas kebawah
dan dari samping. “Saya hanya bisa berkata “Olo Ompung” (dalam bahasa Indonesia
“iya”) secara terbata-bata dan gemetar,
pungkasnya. Sambil memandangi dinding nenek melihat dan bertanya dalam hati
dari manakah sosok itu datang padahal semua tertutup, dan tetap memperhatikan
bagaimana sosok tersebut akan keluar. Silau cahaya membuat nenek tidak tahu
sosok itu sudah hilang. Nenek mengatakan bahwa, mulai hingga sampai sosok itu
menghilang, nenek tidak berkedip sedikitpun. Setelah sosok Ompu I Raja Dolok
Natimbo menghilang baru dia dapat berkedip dan melihat bekas goresan di dinding
pun hilang.
Saya selaku penulis, masih
bertanya-tanya dengan kejadian janggal tersebut, sebelum saya menulis ini.
Apalagi melihat sang nenek terus mencari cara bagaimana agar pesan tersebut
dapat diberitakan ke khalayak ramai. Saya bertanya-tanya, ada apa dengan Pusuk
Buhit? Hingga saya mencari tahu informasi kepada orang-orang tua, koran dan
berita-berita online tentang bagaiman keadaan di Pusuk Buhit. Melihat lagi
kurang lebih dari 1 bulan setelah kejadian itu terjadilah bencana di Danau
Toba. Kita mungkin berkata bahwa itu takhayul, tidak logis. Akan tetapi bagi
para masyarakat adat itu menjadi kepercayaan, bahwa jika kita tidak menjaga
peninggalan nenek moyang kita maka akan ada saja bencana yang datang.
Kita perlu sadar, bahwa
situs-situs peninggalan adat yang ada di Pusuk Buhit merupakan hal yang sangat
penting bagi keturunan para pemangku adat Batak nantinya. Bukan saja hanya
situs peninggalan adat Raja batak, tetapi seluruh situs-situs budaya yang ada
di Indonesia. Bukan menyalahkan pihak yang ingin melakukan pengelolaan pada
situs-situs tersebut, baik pemerintah, organisasi, atau perorangan, akan tetapi
kita perlu koordinasi dan perundingan akan kebijakan yang akan dilakukan dengan
Tokoh/Masyarakat Adat. Karena semua hal tersebut sudah di atur dalam pasal 4
ayat j Tap MPR No.IX / 2001, yang hendaknya kita menaatinya. Apalagi suatu
peninggalan budaya, yang terikat oleh adat yang kental bukan karena
kecantikan/keindahan tetapi tentang keoriginalan dari peninggalan tersebut.
Kiranya kita semua melawan ego atas kepetingan pribadi, golongan, maupun
pemerintah, karena peninggalan adalah titipan dari leluhur yang harus dijaga tanpa mengurangi
atau menambahi. ” Bukan keindahannya, dan yang perlu diingat, sesuatu yang sudah cantik,
kalau disentuh malah tidak cantik lagi. “-Amir Sagala
0 comments:
Post a Comment